Love Attack of IPEH..
“Peh.. mamak punya kenalan lelaki. Cakep peh. Cocoklah itu
jadi suamimu..”
Aku tersentak mendengar perkataan mamaku yang tiba-tiba.
Hampir saja susu yang kuminum ini kusemburkan kearah bapak kalau saja aku tidak
menahannya.
“Mak.. apa-apaan sih.?”
“lihat dulu. Kau pasti suka peh. Tampan kali dia, otaknya
encer pula..” ujar mamak sembari menepuk pundakku.
“suami? Maksudnya mamak mau ngejodohin ipeh gitu?” aku
membulatkan mataku yang sipit.
“Iya. Kau cocoklah sama dia..” jawab mamakku masih dengan
semangatnya.
“Mak.. enggak jaman
jodoh-jodohan. Emangnya ini jaman siti nurbaya. Sekarang jamannya kebebasan
anak nentuin jodohnya sendiri.”
“Peh.. Pacar saja kau tak punya! Umurmu sudah waktunya untuk
kawin.”
Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan mamakku itu.
Bagaimana bisa dia bilang aku sudah cukup umur untuk menikah? Umurku saja baru
20 tahun.
“Mak. Mamak ini, umurku baru 20 tahun mak. masa iya mamak
suruh Ipeh nikah muda. Gak boleh mak.. nanti indonesia makin banyak
penduduknya. Iyakan beh?” aku melirik bapakkuu yang sedari tadi asik dengan kopinya.
Bapak mengangkat kedua alisnya dan kemudian hanya berdeham
tanpa berkomentar.
Aku mendengus kesal. Bapak memang begiitu. Ia lebih memilih diam kalau mamak sudah mulai rumpi
seperti sekarang. Apalagi kalau masalah yang membuat semangat mamak
berkobar-kobar.
“Peh. Bapak kau saja setuju dengan saran mamak. Cobalah
dulu..” desak mamak.
“enggak. Sekali enggak ya enggak. Terserah mamak lah. Ipeh
gak mau. Titik.” Aku menekan kata-kataku. Aku tidak ingin dipaksa untuk hal
seperti ini.
Aku kemudian bangkit dari dudukku, mengambil kunci motor dan
segera pergi.
“Ipeh kuliah dulu mak, beh. Assalamuallaikum.” Ucapku dan
langsung melaju pergi dengan motor matic kesayanganku ini.
Aku berharap besok mamak sadar dan tidak mengungkit-ungkit
masalah jodoh-jodohan lagi.
------
“hoy,, ngelamun aja. Jangan ngelamun, nanti si Devi gak
dapet-dapet pacar tuh. Hihi “
Plak. Devi yang duduk disampingku langsung melayangkan Buku
tebalnya diatas kepala Susi. Susi meringis sakit sambil memonyongkan
bibirnya-yang katanya mirip-mirip sama angelina jolie- itu.
“Apa hubungannya si Ipeh ngelamun sama ke-jomblo-an guee
sus??!” tanya Devi dengan tatapan sinisnya.
Aku hanya menghela nafas. Dua makhluk ini memang tidak
pernah bisa akur kalau sudah ketemu. Entah saling pukul-pukulan,
tendang-tendangan, tinju-tinjuan dan segala macam aksi anarkis lainnya sering
mereka lakukan berdua. Dosa apa aku punya dua teman macam atlet Smack down
seperti mereka berdua ini.
“HEH. Kalian biasa deh. Bisa gaksih akur. Gue lagi pusing
tau, ditambah elu berdua yang berantem mulu bikin gw makin pusing..”
“emang elu pusing kenapa si peh? Jangan kayak orang yak
sok-sok-an punya masalah gitu deh pusing mulu kerjaannya..” ucap devi ringan
sembari menyeruput segelas jus jeruk punya Susi. Susi lantas
menepuk jidat Devi yang selebar landasan terbang itu dengan keras.
Aku kembali menghela nafas. “nyokap gw mau ngejodohin gw
sama anak kenalannya.. gw bingung harus gimana..” jelasku.
“wah, bagus dong, kalau gitu lo gak perlu repot-repot nyari
pacar kan peh. Daripada devi nyari pacar
aja susah..” kata Susi sambil melirik ke arah Devi dengan tatapan mengejek.
Devi mengangkat tangannya hendak memukul tapi Susi segera
melindungi kepalanya dengan tas karena kemungkinan sasaran pukulan adalah
kepalanya. Devi pun menurunkan tangannya dan menatap Susi dengan tajam. Ia
kemudian beralih pada Ipeh.
“kenapa gak lo coba peh, siapa tau cocok..” ujar Devi.
“Iya, tapi gue enggak suka kalau harus dipaksa. Kan sekarang
jamannya kebebasan. Lagipula ada orang yang gue suka..”
“Siapa?!
“Siapa..?!”
Tanya mereka hampir bersamaan.
Ipeh tersenyum
malu-malu, “hihihi..”
“Peh.. tawa lu kok serem. -_-“
“Yeh sial..!”
“heh. Jadi siapa? Kasih tau kita lah Peh..!” seru Susi.
Ipeh terdiam sambil berpikir. Tapi ia memutuskan untuk
mengatakannya pada kedua sahabatnya itu.
“gw suka sama Dodi.” Jawab Ipeh dengan nada berbisik.
“Dodi anak sastra ? maksud lo Dodi yang populer itu? Lo suka
sama dia Peh??” tanya Susi dengan volume setara TOA masjid. Ipeh langsung
membekap mulut Susi yang sontak membuat
Susi megap-megap kekurangan oksigen.
“gak perlu diumumin gitu juga kali..”
“ihhyhha maahhhap...mahhaapp.. guhee ghhak bhhissaa nfhhaas
whhhoy..”
aku melepaskan tangannku dan susi langsung menghirup udara
dengan ganas.
“Sial.. lu mau bunuh gw peh!?” cibir Susi masih dengan
nafasnya yang terengah-engah.
“niatnya sih..” jawabku acuh.
Susi memicingkan kedua matanya dan kembali berkata. “lo gak
salah suka sama Dodi? Ya ampun.. dodi itu kan disukai sama cewek-cewek di
kampus peh. Susah susah.. mending cari yang lain deh.”
“Tapi hati gw udah terlajur taken sama dia. Gw gak bisa move on ke lain hati..” ucapku dengan
nada sedikit lirih. memang benar. Aku sepertinya sudah terlanjur jatuh cinta
sama Dodi entah sejak kapan. perasaanku ini mengalir apa adanya dan tidak bisa
kucegah.
Kami memang saling kenal dan lumayan dekat. Tapi tidak
“dekat” dalam arti yang benar-benar dekat. Kami mulai berkenalan karena kami
sama-sama anggota salah satu organisasi di kampus.
Entah apa yang membuatku menyukainya, yang jelas saat aku
dekat dengannya rasanya begitu nyaman dan hangat. Setiap hal dari dirinya
membuatku merasa benar-benar ingin bersamanya.
Kebaikannya, keramahannya dan dia orang yang supel. Membuat dia disukai
oleh banyak orang.
Tapi rasanya keinginanku untuk bersamanya adalah permintaan
yang cukup susah. Dodi merupakan salah
satu ‘incaran’ cewek-cewek di kampus. Tidak sedikit dari mereka yang
cantik-cantik, pintar dan juga kaya. Tentu aku kalah kalau dibandingkan oleh
mereka. Ibaratnya bagaikan punguk merindukan bulan.Keinginan yang jauh bisa
tercapai.
“kenapa enggak lo duluan yang ngutarain perasaan lo peh?”
tanya Devi.
Aku mengangkat kedua alisku, “mana mungkin? masa iya cewek
harus ngutarain perasaanya duluan ke cowok. Enggak mau, gue takut dia malah
illfeel sama gue terus ngejauhin gw.’
Susi mendecakkan lidahnya. “terus lo mau sampai kapan
sembunyi dibalik bayangan perasaan lo sendiri. Keburu Dodi disamber orang.
Kenapa enggak lo coba, mungkin aja dia punya perasaan yang sama kayak lo.
Lagian lo berdua udah lama deket kan..” susi berkata dengan begitu bijaknya
membuatku sedikit tercengang. Sejak kapan mulutnya bisa mengeluarkan kata-kata
seperti ini.
“tapi..”
“bener kata Susi peh.. enggak ada salahnya dicoba, kita
bakal bantuin lo kok. Kita susun rencana perang dulu, dan nentuin momen yang
tepat buat aksi lo nanti. Dan kalau lo berhasil jadinya lo gak perlu ikut
perjodohan nyokap lo itu kan..” tambah Devi.
Aku diam dan berpikir. Mungkin benar. Kenapa tidak kucoba?
Daripada aku harus diam tanpa melakukan sesuatu, semua akan percuma. Perasaanku
ini akan percuma. Lagipula hanya ini cara untuk menghentikan keinginan mamak
yang mau menjodohkanku. punya pacar.
Aku memutuskan untuk setuju dan mencoba. Berhubung aku masih
ada kelas saat itu, jadi kami meneruskan pembicaraan kami nanti sepulang kuliah
di rumah Susi.
----
“pertama. Pendekatan.
Nah karena lo udah deket sama dia, pasti lebih gampang untuk masalah
pendekatan. Sekarang coba lo lebihin perhatian lo ke dia biar dia tau kalau lo
suka sama dia. Tapi jangan over, lo harus tetep tau batas. Cowok gak suka sama
cewek yang ‘lebay’.”
Begitulah yang dikatakan Susi kemarin ketika mereka
membiacarakan misi cinta untukku di rumahnya. Susi menamakan misi ini dengan
sebutan ‘Love Attack’.
Aku menghela nafas dan berusaha untuk tenang. Lalu aku
melangkah mendekati Dodi yang tengah
duduk sambil memainkan jari-jarinya diatas keyboard laptopnya.
Aku mengulas sebuah senyum dan kuharap senyum ku terlihat
wajar. “hai dodi..” sapaku.
Dodi mengangkat kepalanya dan tersenyum ramah, “oh elu
peh..”balasnya. kemudian ia kembali menatap layar laptopnya.
Aku mengambil tempat duduk disampingnya, “sibuk banget. Lagi
ngetik apa?” tanyaku basa-basi.
“hem.. ini. ada tugas dari dosen. “ sahutnya tanpa
mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
Aku mengangguk pelan. apa yang harus kulakukan selanjutnya?
Pikirku.
Tiba-tiba hp-ku berdering tanda BBM masuk. aku membacanya
dan ternyata dari Susi.
“Peh,, lo ajak Dodi hang out kemana gitu, nonton atau
ngelakuin hobi yang dia suka sama lo.” Begitulah isinya.
Aku mengerutkan dahi. Bocah itu kenapa tahu kalau aku sedang
bingung.
Aku diam dan berpikir. Ah ya, aku ingat. Dodi suka nonton film. Dia
pernah bilang padaku.
“di..temenin gw nonton yuk besok.” Pintaku Jantungku berdebar harap-harap cemas.
Dodi mengerutakn dahinya nampak berpikir. Tanpa sadar aku
mengigit bibir bawahku menunggu
jawabannya.
“boleh.” Jawabnya dengan seulas senyum.
Yes. Aku hampir
meloncat kegirangan mendengar jawabannya kalau saja aku tidak menahan diri.
“beneran? Kalau gitu, besok kita ketemuan di bioskop ya.
Nanti jamnya gue kasih tau.”
“oke.. kebetulan. Ada film bioskop yang mau gw tonton..hehe”
kata Dodi masih dengan senyuman diwajahnya.
Akupun membalasnya dengan senyum super manis. Oke permulaan
berhasil. Aku berharap besok rencanaku ini ber hasil. Gumamku dalam hati.
----
Aku merapihkan tatanan rambutku dan pakaian yang kukenakan.
Gaya berpakaianku hari ini benar-benar mengeluarkan seluruh aura feminim,
karena sebelumnya aku tidak pernah seperti ini. dress casual selutut warna
pitch dengan tas amplop berwarna krem beserta sepatu tanpa heels bewarna krem
dengan pita diujungnya. Tetap terlihat sederhana tapi feminim. Biasanya sehari-hari aku hanya memakai jeans,
sepatu converse dan kaus oblong. Hari ini aku benar-benar menjadi perempuan
tulen.
Aku melirik jam tangan mungilku. Kami janjian bertemu di
bioskop pukul tiga sore. Tapi ini sudah hampir lewat setengah jam dari
kesepakatan, dodi belum juga menampakkan dirinya. Aku mulai cemas.
Satu jam. Dodi belum juga datang. Aku mengecek hpku
berkali-kali memastikan apa Dodi memberikan kabar atau apapun itu. Tapi tidak
ada.
Dua jam. Aku duduk dengan lemas dibangku tunggu bioskop
sendirian. Film yang akan kami tonton setengah jam lalu sudah mulai. Rasanya mataku mulai terasa panas. Aku
menahannya.
Gagal. Rencana kali ini gagal. Aku lalu memilih pulang
dengan perasaan campur aduk.
---
“hah.. dia gak dateng? Gak ngasih kabar sampai sekarang..?”
tanya Devi.
Aku mengangguk lesu.
“lo enggak nyari dia?”
Aku menggeleng, “hari ini gw belum ketemu sama dia. Padahal
kemarin gw udah dandan mati-matian taunya dia gak dateng.”
“coba lo samperin dia ke fakultasnya. Barangkali dia ada
disana, daripada lo galau gak jelas mending lo tanya langsung ajakan kenapa dia
gak dateng.” Seru susi.
Iya betul juga. Aku pun beranjak pergi menuju fakultasnya
yang tidak jauh dari fakultasku. Aku
mengedarkan pandanganku mencari-cari sosok Dodi. Dan ketemu. Dia sedang
berbicara dengan temannya tidak jauh dari tempatku berdiri. Aku lantas
menghampirinya.
“Dodi..” panggilku.
Dodi menolehkan kepalanya padaku sebentar. Kemudian
berbicara pada temannya lagi setelah itu
temannya itu pergi.
“maaf peh. Gw kemaren gak ngasih kabar. Hp gw kebawa temen
gue yang tadi. Gw kemaren ada urusan mendadak jadi gak bisa nemenin lo. Lo..
gak marah kan?”
Entah kenapa kepalaku ini justru menggeleng padahal aku
merasa sangat marah karena dia membuatku kecewa.
Dia tersenyum. “syukur deh. Sebagai permintaan maaf gue
traktir lo makan yuk di kantin..” ajaknya.
Bagaikan orang yang tersihir. Aku menganggukan kepalaku
tanpa berkata apapun. kami pun
melesat ke
kantin.
----
Bip bip bip.
Aku merogoh tasku dan membaca BBM yang ternyata dikirim oleh
Susi.
“Peh, sekarang coba lo
tanya-tanya tentang dia. Maksud gw cari tahu tentang dia. Siapa yang dia suka,
ada yang dia suka atau gak, dan apapun deh tentang dia atau kehidupan
percintaannya.”
Aku mengerutkan
dahiku. Apa ini tidak terlalu privasi? Tapi apa salahnya dicoba.
Aku menatap Dodi yang sedang asik menyatap sepiring nasi
goreng di depanku. Aku berdeham pelan.
“kayaknya gue enggak pernah liat lo sama cewek. Maksud gue,
pacar. Lo enggak punya pacar?”
Dodi tertegun sejenak mendengar pertanyaanku, kemudian dia
tersenyum kecil. Lalu memasukkan kembali sesendok nasi kemulutnya dan menggelengkan
kepalanya sebagai jawaban.
“atau.. ada orang yang
lo suka?” tanyaku lagi.
Kali ini Dodi tersedak. Aku segera menyodorkan segelas air
mineral yang kubeli tadi.
“maaf.. maaf.. seharusnya gw gak nanya-nanya.”
Dodi mengatur nafasnya dan memukul-mukul dadanya perlahan. “gak
apa-apa peh. Gak perlu minta maaf.”
Setelah nafasnya kembali normal, ia berkata lagi.”Gue juga
enggak punya pacar. Dan enggak ada cewek yang gue suka saat ini..” lanjutnya.
Aku terperangah.
“masa enggak ada yang lo suka di?” tanyaku memastikan.
Dodi mengangguk.
“ya.. begitulah.”
Tanpa sadar aku menggenggam sendok ditanganku dengan lebih
kencang. Dia bilang dia tidak menyukai siapapun. Berarti tidak ada harapan
bahwa dia menyukaiku juga?
jantungku berdetak dengan cepat dan rasanya akan meledak.
Aku kemudian bangkit dari dudukku dengan tiba-tiba. Membuat Dodi menatapku
dengan heran.
“Gue.. punya janji lain. Thanks makanannya. Gue pergi dulu.”
Ujarku cepat dan langsung melangkah pergi tanpa menghiraukan Dodi yang
kebingungan.
Rasanya jantungku akan meledak jika aku tetap berada di
dekat Dodi.
----
Rencana pertama gagal, kedua juga demikian. Aku memadang
lurus kosong kedepan. Kedua temanku yang sejak tadi bersamaku juga melakukan
kegiatan yang sama.
“kayaknya cukup deh.” Ujarku pelan.
“kenapa?” tanya Devi.
“dia bilang dia gak suka sama siapapun. Termasuk gw berarti.
Jadi kalau gw ngutarain perasaan gw ini udah bisa dipastikan apa jawabannya.”
Ya. sudah pasti penolakan akan terjadi. Membayangkannya saja
membuat hatiku tidak nyaman. Dan kalau ditolak sudah pasti aku tidak punya
alasan lagi untuk menolak ajakkan mamak untuk menerima perjodohan itu.
Sebelumnya memang aku bilang pada mamak, kalau aku sudah punya pacar . jadi
mama tidak boleh menjodohkanku. Tapi Mamak meminta bukti. Dan ia ingin aku
membawa pacarku kerumah, tapi sialnya. Semua itu hanyalah omong kosong. Dan
kalau sampai batas yang mamak inginkan aku tidak juga membawa pacarku kerumah.
Mau tidak mau, aku harus menerima perjodohan tersebut dengan lapang dada dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya.
Dan masalah lainnya, ternyata Dodi tidak punya perasaan
lebih kepada siapapun, apalagi denganku. Jadi bagaimana aku bisa menjadikan
Dodi sebagai pacarku? Sementara hatiku
ini hanyalah pada si Dodi. Bukan orang lain
“enggak bisa! Masa berhenti gitu aja. Gimana kalau kita
langsung ke rencana finalnya. Cari momen yang pas buat ngelakuin aksi lo ini..”
“tapi,,”
“gak ada tapi-tapian. Lo mau kehilangan kesempatan lo untuk
ngutarain perasaan lo ke dodi? Atau lo mau ikut acara jodoh-jodohnya nyokap lo
itu? ” Devi berorasi dengan nada menggebu.
Aku menggeleng dengan lemas.
“dan.. lo gak boleh nyerah. Segala sesuatu itu butuh
perjuangan!” tambah Devi.
Aku kembali bertekad. Baiklah. Fight for love. Tapi..
*****
Aku kembali memberanikan
diriku untuk bertemu dengan Dodi setelah hampir seminggu aku menjauh dan menghindar darinya.
Mengumpulkan keberanianku sendiri.
“hai di..” sapaku.
“Hai peh.. “ balasnya dengan senyuman lebar terpapang
diwajahnya. Desiran aneh menyerangku. Aku tidak sadar ternyata aku begitu
merindukan senyuman itu.
“lagi apa..?” hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku.
“entah.. gw lagi diem aja sambil mikir.” Jawabnya.
Aku duduk disampingnya dan kembali bertanya. “mi..kir apa?”
“gw ngerasa ada yang aneh.. sama lo.”
Aku menerutkan dahi, “maksudnya? Sama gw?”
“yah... gw ngerasa aneh. Lo tiba-tiba kayaknya menjauh gitu
dari gw. Kemaren gw ke kampus lo tapi lo udah pulang. gw Cuma khawatir dan
pikiran ini bikin gw gak tenang.” Ungkap Dodi.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Entah aku harus senang atau
tidak mendengar kenyataan bahwa Dodi mengkhawatirkanku dan dia merasa tidak
nyaman karena aku menjauh darinya dengan sengaja. Aku mulai berpikir, mungkin
dia menyukaiku? Tapi tidak tidak..aku tidak bisa berharap lebih. C’mon back to
your sense.
“ke.. napa?”
“entahlah..” ucapnya datar.
Aku menelan ludah, mungkin ini saatnya.
“Di..”
Dodi menolehkan kepalanya dan menatapku. “apa?”
“Gw mau bilang sesuatu tapi..”
“tapi apa..?”
Aku memainkan kuku, gugup.
“Gue suka sama lo. Dari dulu.”
Dodi nampak terkejut namun ia menyembunyikannya. Air mukanya
berubah. Ia menatapku dengan tanya.
“bercanda ya?”
Aku menggeleng dengan tegas. “ gw kelihatan bercanda?”
“Gue.. ..”
“gue tau jawaban lo di. Gue Cuma mau bilang ini aja.. gue
udah gak bisa nyimpen semuanya lagi. dari awal. Gue suka sama lo.. gw gak tau
tapi tiba-tiba perasaan ini tumbuh gitu aja. Maafin gw di.” Ungkapku. Aku
merasa dadaku berdebar setelah mengatakan ini semua, tapi juga lega. Aku
memalingkan wajahku, tidak sanggup menatap ekspresi wajah Dodi.
“peh, ada satu alasan kenapa gw gak bisa terima pernyataan
lo. Tapi.. gw gak bisa bilang. Maafin gw.”
Aku memaksa seulas senyum, “gw gak apa-apa.”
“Peh..”
“Yaudah gw pergi dulu ya, gw lupa ada kelas. J gue Cuma mau jujur aja
sama lo di. Bye” aku segera bangkit dan melangkah pergi tanpa menunggu dodi
berkata. Sikap ku ini sangat terlihat menyedihkan.
Aku menahan air mataku agar tidak keluar. Aku tau penolakan
akan terjadi. Tapi tetap saja rasanya sakit.
****
Setelah aksi ungkapan perasaan itu terbalas penolakan. Aku
pasrah. aku tidak bisa menunjukan pacarku pada mamak dan terpaksa aku harus
terima perjodohan itu. Janji adalah janji.
“Besok mamak sudah atur pertemuan kau dan dia. Dandan yang
cantik oke. Besok dia datang kerumah.” seru mamak. aku hanya mengangguk tanpa
semangat.
Besoknya aku berpakaian seadanya. Celana jeans skinny dan
kaus oblong.
Tidak berapa lama mamak berseru, “Ipeh.. keluar kau. Dia
sudah datang. Sabut dia,”
Aku menghela nafas. Tapi aku tetap beranjak turun dari
ranjangku dan melangkah dengan malas. Aku membiarkan rambut panjangku yang
dikuncir acak-acakkan.
Aku berjalan menuju ruang tamu.
“Nah itu ipeh..” mamak berdiri dan mengarahkan matanya
padaku.
Aku tersenyum masam. Dan mengalihkan pandanganku pada cowok
yang duduk didepan mamak. ia membelangki ku.
Aku memandangnya. Rasanya sedikit familiar dan sepertinya aku sering
melihat. Aku mengangkat sebelah alisku.
“hey kau ipeh.. macam mana dandanan kau itu. Kau seperti
orang yang habis kena angin puting beliung..”
“ah mamak.. jangan mulai lagi. lagian ipeh masih cantik
ini.”
Cowok itu tiba-tiba berdiri dan membalikkan tubuhnya.
Aku terkejut. Ya ampun. Sentak aku langsung merapihkan
rambut dan pakaianku.
“Iya peh.. lo masih kelihatan cantik ko”
“Do..di..”
(end)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar