Minggu, 01 Juli 2012

CINTA ITU SAKIT


Cinta itu sakit. 


Cinta itu indah? Benarkah?

===
Aku memandang wajahnya dari kejauhan. Pria itu sedang asik bercengkrama bersama teman-temannya. Terkadang ia tertawa dengan lepas. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena jarak kami lumayan jauh.
Hatiku berdebar-debar setiap kali  memandanginya. Bibirku bahkan tidak henti-hentinya mengulas senyum tiap kali aku melihatnya tertawa. Seakan ikut terlarut dalam tawanya. Aku juga ikut merasakan perasaan bahagianya.
Entah mengapa mataku ini tidak pernah jenuh memandangi sosok sempurnanya, bagiku tentu saja. Mungkin dia bukanlah seorang prince charming. Dia juga bukan anak-anak basket dan populer layaknya idaman para wanita.
tapi dia adalah seseorang yang telah berhasil membawaku hatiku pergi. Dia membawa pergi perasaan seorang Za sejak pertama kali kami bertemu.
Masih jelas teringat dalam benakku waktu dimana aku bertemu dengannya. Waktu itu kami baru masuk SMA, dan masih menjalani masa Orientasi.
Kebetulan aku dikerjai oleh salah satu senior yang amat menjengkelkan. Ia menyuruhku menyanyikan lagu cinta didepan seorang cowok. Tentu saja aku menolaknya mentah-mentah. Bagiku hal tersebut tidak memiliki kegunaan apapun. Semua itu hanyalah untuk menghibur senior-senior itu.
Aku masih keras menolaknya.
“oke. Kalau kamu enggak mau nyari cowoknya, biar saya yang nentuin. Kalau kamu masih nolak kamu akan dapat hukuman lebih berat.” Ujar sang senior.
Aku meruntuk dalam hati. Cih,  memanfaatkan senioritas untuk kepentingan dirinya sendiri. Benar-benar.
Tidak begitu lama si senior datang membawa seseorang. “ini dia. Masih inget kan perintah saya apa. Sekarang kamu nyanyiin lagu didepannya, dengan penuh perasaan. Oke” perintahnya.
Aku menelan ludah. Aku menundukkan kepala dan memainkan kuku jariku. Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kunyanyika? Oh tuhan ini memalukan.
“heh. Ayo buruan nyanyi!!” desak si senior 
Rasanya ingin kulempar si senior dari atas gedung sekolah!! aku menarik nafas dan menghembuskannya lagi. oke aku cukup bernyanyi. baiklah akan kucoba.
Kemudian aku mengangkat kepalaku dan membuka mulut hendak menyanyi. Tapi tiba-tiba cowok  itu berlutut dan meraih tanganku.
Aku tersentak. Aku mengerjapkan kedua mataku. Apa-apaan ini?
Dia kemudian mulai menyanyikan sebuah lagu dengan bahasa inggris. Aku tidak tahu apa judulnya tapi aku merasa familiar dengan nadanya. Yang jelas lagu itu adalah lagu cinta. Hey. kenapa jadi dia yang menyanyi? Bukankah aku yang sehrusnya menyanyi?

Mataku ku masih menyiratkan kekagetan dan penuh tanya. Orang-orang disekitar kami mulai datang mengerubungi. Mereka bersorak-sorak dengan nada menggoda.
Wajahku terasa panas. Saat ini wajahku pasti memerah. Aku melirik senior yang tadi memerintahku. Ia hanya tertawa geli melihat aksi tersebut.

Tidak berapa lama nyanyiannya selesai. Ia lalu mengangkat tubuhnya. tangannya masih erat menggenggamku. Bak seorng artis pentas, ia menundukkan setengah tubuhnya dan berterima kasi kepada pera penonton. Oh tuhan orang ini pasti gila! Pikirku.

Para penonton pun bertepuk tangan dan  berangsur pergi.

“eh ya. Kamu yang namanya Za. Kamu masih punya hutang oke! karena bukan kamu tadi yang nyanyi.” Ujar si senior dengan angkuhnya sebelum ia beranjak pergi.

Aku melepaskan genggaman tangannya. Aku merasa jantungku berdetak sangat cepat. Sejak tadi aku menahan nafas melihat aksinya yang tiba-tiba itu.
Dia kemudian melempar senyumannya padaku. Sejenak aku merasa terbuai pada senyumnya. Senyumnya begitu manis dan ramah. Oh no.! apa yang kau pikirkan Za!

“maksud lo apa tadi ngelakuin itu?” tanyaku langsung. Aku merasa nada bicaraku lumayan ketus saat itu.

Tapi Dia kembali tersenyum. oh demi tuhan jangan tersenyum!

“Karena lo keliatannya malu dan gak mau nyanyi.. jadi ya daripada gue lama nungguin lo mending gue aja kan yang nyanyi,” sahutnya santai. kemudian ia berbalik melangkah pergi. Eh, begitu saja?

“ZA.. nama gue Za” sontak aku langsung melontarkan kata-kata itu. sungguh!

Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan tersenyum lagi. “Andi..” 
Namanya Andi.  Aku memadangi punggungnya yang berjalan semakin menjauh. Seulas senyum pun tersungging diwajahku. Aku merasakan sebuah getaran menyerang hatiku. aneh.

==

Sejak hari itu kami tidak pernah bicara lagi. kadang kami bertemu, namun kami tidak saling bertegur sapa. Tapi ia selalu melemparkan senyumannya. Ya, senyumannya yang membuatku terpesona.

Entah sejak kapan aku mulai menaruh hati padanya. Tapi wajahnya dan nyanyiannya waktu itu selalu menari-nari dikepalaku dan selalu membuatku senyum-senyum sendiri. Mungkin aku gila. Ya gila karenanya.

Aku hanya berani menyimpan perasaanku ini seorang diri. Aku tak berani untuk mengutarakan semuanya pada Andi tentang perasaan yang kupendam selama ini untuknya.

Aku malu dan aku takut jika hal tersebut kulakukan lalu mendapat penolakan. Rasanya aku belum siap menerima hal itu terjadi padaku. Aku belum siap menerima rasa sakit.

Aku hanya bisa berharap Andi akan datang padaku dan bertanggung jawab atas perilakunya karena dengan seenaknya mencuri hati ini. 

Ya ku akui. Andi adalah orang pertama yang membuatku merasakan apa cinta itu. Aku merasa senang  tiap kali memandang wajahnya, berdebar setiap kali berada didekatnya, dan merasa rindu saat aku tidak bisa melihatnya. Dan juga cemburu melihatnya dekat dengan orang lain.
Andi adalah orang pertama yang membuatku merasakan semua hal itu. Dialah cinta pertamaku.

===

Bel  tanda akhir sekolahpun berdering. Semua anak bersorak girang.
Aku berjalan keluar kelas dan menyusuri lorong sekolah dengan langkah tergesa-gesa. Hari ini aku harus membantu mama untuk membeli makanan kecil karena mama akan mengadakan arisan dirumah.

Namun langkahku terhenti tepat didepan perpustakaan ketika mataku tanpa sengaja mendapati seseorang yang kukenal sedang berdiri dibawah pohon tidak jauh dari tempatku berdiri. Ya andi. Dia tidak sendiri disana. Ia bersama seseorang. Seorang wanita. Aku merasakan jantungku berdetak sangat kencang.
Sedang apa mereka disana?

Aku memandangi mereka dari kejauhan. Tanpa sadar tanganku menggenggam tali tas yang kupakai dengan kuat.
Andi meraih tangan wanita itu dan mengenggamnya dengan erat. Senyuman khas miliknya terulas diwajah. Senyuman yang sama yang selalu ia lontarkan untukku.

Tapi ada satu hal yang berbeda. Tatapan matanya. Sorot matanya menyiratkan sesuatu yang berbeda ketika memandang gadis itu. Sorot mata yang penuh cinta.

Hatiku bagaikan terhantam batu besar. Pilu dan sangat menyakitkan.

Aku ingin pergi dari tempat ini dan berhenti memandangi mereka. Tapi sepertinya kaki ini enggan untuk beranjak seperti sesuatu menahanku.

Andi kemudian berlutut dihadapan wanita itu. Wanita  itu membalasnya dengan senyuman. Apakah ia sedang menyatakan cintanya?  Nafasku tercekat.

aku melihat wanita itu menganggukan kepalanya pelan dan tersenyum lebar . kemudian Andi menariknya dalam pelukkan. wajah Andi terlihat sangat bahagia.

Prangg. Hatikupun hancur berkeping-keping.
Rasanya bagaikan didorong masuk ke dalam jurang. aku merasakan takut dan debaran didada ini semakin memburu membuatku sulit bernafas.

Kepercayaanku  sirna, sekarang semua hanya akan menjadi harapan semu yang tidak jelas kepastiannya.
Rasanya aku ingin berlari menghampiri mereka dan berteriak didepan wajah Andi.

Tidakkah kamu melihatku? Aku yang selalu memandangimu dari jauh, aku yang selalu memikirkanmu, aku yang terpikat oleh senyuman dan aku yang selalu mencintamu.! aku gila. ya aku gila. Kau yang membuatku gila. Tidak bisakah kau melihatku ? merasakan betapa hati ini begitu sakit karena menyimpan perasaan ini sejak lama. Tidak bisakah kau melihatku?!!

Ya semua hanyalah khayalan bodoh yang tak akan pernah bisa kulakukan.
Apakah ini yang namanya cinta ?

Setetes airmata pun menyeruak membasahi pipi.

Inikah akhirnya? akhir dari kisah cinta yang kutujukan untuk Andi.

----

Kata orang semakin kau berharap pada cinta, maka akan semakin dalam kau merasa sakit.

Aku rasa pernyataan itu benar.

Karena semakin aku berharap pada cinta Andi semakin sakit kurasakan hati ini. semua hanyalah menjadi keinginan bodohku semata yang semakin jauh untuk menjadi nyata.

Aku mungkin akan menyesal karena tidak mengutarakan semua ini padanya. Namun, biarlah rasa cinta ini kupendam sendiri hingga tiba saatnya aku berhenti mencintainya.

Cinta memang tidak selalu memiliki. Aku mungkin tidak bisa memiliki raga dan hatinya. Namun aku memiliki cinta yang begitu tulus untuknya.

Bahagia deminya adalah penghiburan bagi diriku. Menerima kenyataan bahwa Andi bukanlah takdirku. Aku bersyukur pernah mengenal dan mencintainya. Andi mengajarkan cinta padaku.
Dia akan selalu menjadi cinta pertamaku.

Cinta memang indah. Ya benar. Namun cinta juga menyakitkan.







Can't Love You (FanFiction

Title : Can't Love you
Rate : G
Genre : romace, sad maybehh
Cast : Lee Dong Hae and other cast
Disclaimer : disini aku enggak ngasih tau POV masing2.. tapi dr penulisan kayaknya udah bisa tau kanyah? ehehe
author said : ini real, don't copas (mending ada yang baca) dan biarpun gak bagus, YA maklum masih tahap belajar :D

------------------------------------------------------------------------------------------------------------



 “Dong hae, kau harus memanggilnya ibu mulai sekarang.”  Ayah Donghae berkata sambil memandang wanita disampingnya itu.
Donghae tetap terdiam dengan acuh.
“dan gadis kecil ini  akan menjadi adikmu. Namanya Shin Sung Hyo. Lihat dia, dia cantik bukan?”
Donghae menatap gadis kecil dihadapannya itu dengan dingin.  Gadis itu memiliki rambut panjang hitam yang dikuncir dua dan boneka beruang mungil yang dipegangnya. Kemudian gadis itu tersenyum.  senyuman yang terlihat polos . Matanya yang bening sejenak membuat donghae terpaku.
“kenapa kau diam saja donghae..?” tanya ayahnya.
Donghae mengankat kepalanya dan memandang ayahnya dengan tatapan menyerigai. “apa yang harus kukatakan?” ucapnya dingin.
Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada wanita yang berada disamping ayahnya dengan tatapan datar. “Dia tidak akan pernah menjadi ibuku. Aku tidak sudi memanggilnya ibu! Wanita miskin itu bagaimana dia bisa menjadi ibuku!! HAH?”
PLAKK
Sebuah tamparan telak mendarat dipipinya. Donghae meringis perih. Ia merasakan ujung bibirbnya berdarah.
“Yeobo.. hentikan. Sudah. Sudah.”
“Kau. JAGA BICARAMU! Dia akan menjadi ibumu. Hormati dia.!” Ayah mengecamnya dengan suara bergetar karena menahan emosi.
Donghae memandang ayahnya dengan tatapan tajam. “cih. Jangan berharap. Aku tidak akan pernah mengeluarkan kata-kata itu untuknya.”
Donghae kemudian berjalan pergi dengan langkah lebar meninggalkan ayahnya. Tapi sebuah tangan menahan donghae.
“oppa.. jangan pergi.”
Gadis kecil itu menahan lengannya. Donghae menatap gadis itu dengan tajam . “jangan pernah memanggilku oppa!.” Ucapnya lalu dengan kasar menepis tangan kecil gadis itu hingga ia tersungkur jatuh.
Prangg.
“SUNG HYOO..”
Donghae menghentikan langkahnya.  Ia menoleh ke belakang. . Darah . Gadis itu membentur meja kaca hingga vas bunga jatuh dan mengenainya. Darah. Gadis kecil itu berdarah. Donghae menatap mata kecilnya yang memandang Donghae. Bibirnya masih bergumam. “Oppa.. jangan pergi.”
Ia merasakan kakinya lemas dan jantungnya berdebar. apa yang telah ia lakukan?
“Rumah sakit, kirimkan ambulance.. Segera!!”
“Sunghyo bertahan nak..sunghyo..”
Suara ayahnya dan wanita itu begitu panik. Donghae merasakan sesaat dirinya menghilang.  pandangannya tetap terpaku pada wajah gadis kecil itu yang mulai pucat dan  Bibirnya tetap bergumam.
“Oppa jangan pergi..”
Ayahnya bangkit dan sebuah tamparan mendarat untuk kedua kalinya. Kali ini Donghae tidak merasakan perih.  “APA YANG TELAH KAU LAKUKAN??!” ayahnya nyaris berteriak.
Donghae terdiam sesaat. Tapi kemudian ia tersenyum. “aku tidak melakukan apa-apa..” jawab donghae dengan santai.
Ayahnya kembali mengangkat tangannya hendak melayangkan pukulan. Namun ia terhenti.  Donghae melihat jelas urat diwajah ayahnya tersembul karena menahan amarah.
Tapi Donghae tetap tidak perduli. Ia kemudian berbalik dan melangkah pergi meninggalkan ayahnya. Jantungnya masih berdebar, namun amarahnya lebih besar saat ini.
“OPPA.. jangan pergi.”
===
9 tahun kemudian..

“Sunghyo.. bangunkan kakakmu dikamarnya. Sarapan sudah siap” seru ibunya dari dapur.
“baik..!” sahut sunghyo dengan semangat.
“apa bocah itu pulang ?” tanya ayah yang tiba-tiba sudah berada disamping sunghyo yang sedang menata meja makan.
“appa sudah bangun.? Iya. Duduklah, sarapan hampir siap..” ujar Sunghyo. Ia kemudian melepaskan celemek yang ia pakai dan menaruhnya di atas sandaran kursi. “aku akan membangunkannya agar kita bisa sarapan bersama-sama.” Ucapnya lagi.
Ia kemudian menaiki anak tangga dengan cepat. Kamar kakaknya memang berada diatas tepat berada disamping kamar SungHyo.
Ia mengetuk pintu kamar itu dengan keras. “OPPA.. bangun sudah pagi. Sarapan sudah siap!!” serunya.
Tapi tidak ada jawaban. Sunghyo mendesah kesal. “Bocah malas.!”
“Oppa.. kalau kau tidak juga keluar aku akan masuk kedalam! Oppa... “
Tetap tidak ada jawaban. Baiklah ia akan masuk.
Ia kemudian memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan perlahan ia membukanya.
“Oppa..apa kau masih tidur? ”
Lampunya mati jadi ruangan itu begitu gelap. Ia melangkah masuk ke dalam dan meraba-raba dinding  mencari saklar lampu.
Trengg! (suara apa ituh.. ekeke)
Lampu menyala. Sunghyo mengerjapkan matanya yang sedikit kabur akibat langsung terkena cahaya.
“OH MY GOD.. “ SungHyo tercengang melihat pemandangan kamar donghae ini. benar-benar berantakan seperti kapal pecah. Tidak lebih parah, mungkin keadaanya seperti kapal titanic yang terbelah dua.
Sunghyo melangkah kan kakinya perlahan mendekat menuju ranjang donghae. Pakaian-pakaian, botol-botol bir, dan segala macam benda berserakan dilantai membuatnya sulit berjalan.
“Apa-apaan ini. orang ini benar-benar..”
Sung hyo mengguncang tubuh donghae  yang memunggungi dirinya. “Oppa bangunlah!! Omo.. kenapa kau begitu jorok. Lihat kamarmu ini. aish.. apa kau tidak mau bangun juga?!!”
Sunghyo mengguncang tubuh kakaknya lebih kencang. “Op...” perkataanya terhenti.
Sunghyo terperanjat kaget. Bola matanya hampir keluar. Donghae  mendadak membalikkan tubuhnya dan menarik sung hyo dalam pelukan. Sekarang wajahnya tepat didepan dada bidang Donghae. Ia dapat merasakan detak jantung pria itu.   *author mau dong di peluk~ pletak*
“apa yang kau lakukan..lep...” sunghyo meronta tetapi dekapan donghae semakin erat.
“OPPA.. Lepaskan aku.!!” Jantung sunghyo mulai berdetak kencang. Ia merasakan wajahnya panas.
“kenapa kau begitu berisik hah.”
Donghae melepaskan pelukannya dan kembali membalikkan tubuh lalu tertidur lagi. *kebo nih si ikan* plak(dicium donghae)
SungHyo mengatur nafasnya. Jantungnya masih berdetak sangat kencang, dan wajahnya panas. Saat ini wajahnya pasti sangat merah. Menyebalkan.
Ia lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh donghae dengan kasar. Dan ..
“OPPPAAAA... MANA PAKAIANMU..”
Sunghyo menutup matanya dengan kedua tangan.
“kau benar-benar berisik.  Kenapa pagi-pagi pikiranmu sudah kotor..”
“apa kau bilang? Kotor..??”
“lihat.lihat.. aku masih mengenakan celana.”
Sunghyo mengintip dari sela-sela jarinya. Ia kemudian menurunkan tangannya dan membuka matanya setelah memastikan orang itu tidak dalam kondisi naked.Gadis itu kemudian menyipitkan kedua matanya dan memandang lurus ke arah donghae.
“kenapa?” tanya donghae dengan tampang tidak berdosa.
“Hah.. sudahlah! Sarapan sudah siap.. turunlah ibu dan ayah menunggumu..!!” ucapnya dengan ketus dan kemudian berjalan pergi.
Donghae memandang punggung gadis itu dengan mata yang disipitkan.  Kemudian ia tersenyum jahil.  sejak kapan gadis kecil itu menjadi seorang wanita? Tubuhnya mengalami banyak perubahan.
“lee donghae, kau pasti sudah gila..”
--
Sial. Bocah itu benar-benar.
Sunghyo menendang Pintu kamar donghae setelah keluar dari kamarnya dengan geram. Jantungnya masih terasa berdebar. apa maksudnya perlakuan orang itu? Memeluk seenaknya?
Dan kenapa ia harus tidur tanpa pakaian? Sial.
Pagi ini ia benar-benar hampir terkena serangan jantung karena orang itu.  Kalau bukan karena ibu menyuruhnya, ia tidak mau membangunkan orang itu!
Sunghyo menuruni anak tangga dan masih tetap mengoceh kesal. Bahkan sampai ia duduk di meja makan, ia tidak berhenti mendesah kesal.
“Donghae.. kau sudah bangun. Ayo duduk..” ucap ibunya tiba-tiba
Donghae mengambil tempat duduk tepat didepan SungHyo.
“ayo.. makanlah yang banyak. Kita jarang sarapan bersama-sama.” Ucap ibunya lagi.
Donghae mengambil mangkuk nasi itu tanpa ekspresi apapun.
Cih. Setidaknya dia bisa mengucapkan “terimakasih umma”
Batin sunghyo.
Sung hyo memandang Donghae yang sedang asik menikmati makanannya. Sepertinya dia sangat lapar. Tapi tiba-tiba donghae mengangkat kepalanya. Dan trengg (lagi-lagi suara ituhh... ._.)
Mata mereka bertemu. Sunghyo merasakan jantungnya kembal berdetak. Ada apa dengan dirinya?
Namun tanpa ekpresi donghae kemudian melanjutkan kegiatan makannya. (die laperr)
“oh ya.. bagaimana kuliahmu donghae?” ayah membuka suaranya.
“biasa saja.” Sahut donghae acuh.
“sampai kapan kau akan seperti ini. tidak jelas seperti berandalan.. kau harus ingat kau adalah pewaris perusahaan..”  belum sempat menyelesaikan perkataannya, donghae menyela.
“aku selesai makan. Aku pergi.”
Donghae kemudian langsung bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.
Sunghyo melirik ayahnya yang menghela nafas berat. Pasti berat untuknya. Ayah selalu berusaha menahan emosi karena perlakuan donghae.  Meskipun tidak pernah mengatakannya, tapi sung hyo tahu ayahnya sangat mengkhawatirkan Donghae.
Ya. Kami semua mengkhawatirkannya.
“Aku harus bicara padanya” gumam sunghyo,
“umma.. appa.. aku berangkat sekolah dulu.” Sung hyo lalu berjalan cepat setelah mengenakkan tas dan sepatu. Sunghyo berharap donghae belum pergi.
 Dan syukurlah Donghae masih berada dimobilnya sambil terdiam.  sunghyo lalu menghampiri donghae. Kemudian mengetuk kaca mobilnya.
Donghae menurunkan kaca mobilnya tanpa memandang kearah Sunghyo. Tatapannya masih mengarah ke depan.
“Oppa.. kau seharusnya tidak pergi begitu saja.”
“apa urusanmu? Tidak usah mencampuri urusanku.. !”
“oppa.. kau tidak bisa seperti itu. Ayah, ibu.. kami mengkhawatirkanmu. Terutama ay..”
Kali ini donghae menlohkan kepalanya dan memadang sunghyo dengan datar. “tutup mulutmu. Jangan campuri urusanku.. kau bukan siapa-siapaku. Dan berhenti memanggilku oppa.”
Sunghyo langsung terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka karena perkataannya disela. Matanya menatap lurus ke arah Donghae dengan penuh tanya.
“he..hey.. kenapa kau bicara seperti itu.?” Ucap sunghyo. Ia berusah mengulas senyum diwajahnya. Ia berharap senyumannya terlihat biasa.
Wajah donghae kembali menampakkan ekspresi dinginnya.  “jangan menganggu ataupun mencampuri urusanku lagi. kalau kau berani melakukannya kau akan menyesal seumur hidup!” kecamnya.
Ia kemudian menurunkan kaca mobilnya lalu melesat pergi.
Sung Hyo hanya terdiam mematung di tempatnya berdiri. Pikirannya mulai menjalar kemana-mana. Tidak. Ia harus tetap percaya pada pemikirannya. Donghae bukanlah orang seperti itu. Ia tahu donghae orang yang baik.
Ia hanya ...kesepian.
---
Sung Hyo memandangi langit dari balik jendela kelasnya. Saat ini sedang jam istirahat. Ia sedang tidak nafsu makan, tidak biasanya. Karena apapun yang terjadi SungHyo tidak pernah kehilangan nafsu makannya.
Tapi hanya karena memikirkan kakaknya Donghae, melirik makananpun ia tidak berselera.
“SungHyo.. tidak biasaya kau melewatkan makan siang.” Ujar Ji yeon yang tiba-tiba duduk didepanku dan membuat lamunanku buyar. Aku tersenyum acuh tak acuh.
“tidak lapar.” Jawabku pendek.
Ji yeon mengangkat sebelah alisnya. Seakan tidak percaya dengan perkataanku. “ha? Kau tidak nafsu  makan.?”
Aku mengangguk.
“aneh. Kenapa? apa terjadi sesuatu padamu?”  tanya Jiyeon. Ia mengenal Ji yeon sudah lama. Kalau sesuatu membuatnya kehilangan nafsu makan pasti merupakan hal besar. Karena sunghyo adalah tukang makan, dan makanan baginya sangat penting.
Sunghyo terdiam nampak berpikir. Tidak, ia tidak boleh menceritakan hal ini pada siapapun.
“hah? Tidak.. aku baik-baik saja.”
Jiyeon  mengerutkan dahinya dan menatap Sunghyo dengan ragu.  “kau bohong? “
sunghyo tersenyum lebar. “aish.. aku tidak apa-apa. Sekali-kali tidak apa-apa kan kalau aku tidak ingin makan. Lihat pipiku ini sudah mulai chubby”
Ji yeon kemudian menghela nafas dan menghembuskannya lagi. “baiklah kalau memang tidak ada apa-apa.”
Ya. Sunghyo harap dia memang baik-baik saja.
---
Donghae terdiam sambil menatap langit biru. Cuaca hari ini begitu cerah. Ia duduk seorang diri di salah satu bangku taman yang tidak terlalu ramain.
Keadaan hening. Hanya terdengar suara kicauan burung dan suara desikkan daun dan ranting pohon yang terhembus angin.
Tiba-tiba sebuah kenangan masa lalu merasuki kepalanya. Ingatannya membawanya pergi menuju  10 tahun yang lalu.
Tahun dimana ibunya pergi dan meninggalkan dia didunia ini sendirian. Penderitaan yang dialami ibunya dulu masih jelas tersimpan dan setiap kali ia mengingatnya hatinya begitu sakit. Waktu itu ia hanyalah anak kecil berumur 11 tahun yang tidak bisa melakukan apapun selain menjaga ibunya yang kesakitan.
Kalau ia mengingat semua itu emosinya meluap dan amarahnya kembali mencuat.  Terutama pada seseorang yang selama ini dipanggilnya ayah.
Setiap kali memandang wajah orang itu. Ia selalu mengingat wajah ibunya yang lemah menahan sakit. Makannya donghae jarang berada dirumah dan lebih memilih berkeliaran dimana-mana.
Dan hal yang membuatnya semakin malas untuk pulang, adalah kehadiran wanita miskin itu dirumahnya dan bocah itu.
Ya terutama bocah itu. Setiap kali melihatnya, hati Donghae selalu merasakan sesuatu hal yang aneh dan itu membuat donghae sangat tidak nyaman.
----
 To be continued
(yeah long time gak ngetik fanfition. Hoho. Mumpung liburan jadi sebisa mungkin ngasah kempauan supaya bisa lebih baik lagi)
    

BAPAK (cerpen)

BAPAK 


Langit jingga mengiringi langkah kami. Dengan tangannya yang kekar, ia mendorong gerobak kesayangannya itu menyusuri pinggiran jalan Kota Jakarta. aku mengikutinya dari belakang dalam diam  memandangi punggung lelaki setengah baya itu. 
pundaknya yang kekar menggambarkan betapa ia begitu kuat menahan beban hidup yang ia alami. dialah bapakku 

-----

"Sa..sudah sholat magrib?" tanya bapak yang tiba-tiba datang dari dalam kamar dengan mengenakkan sarung lusuhnya. 

aku mengangguk pelan, "Sudah Pak.." 

"yasudah. lanjutkan belajarmu" ucapnya lagi. kemudian ia menghampiri lemari usang yang berada disudut ruangan. ia mengeluarkan Al Quran dari dalamnya. Al Quran itu juga sudah usang dan beberapa halamannya mulai robek karena setiap Bada magrib  bapak menyempatkan diri untuk membacanya. 

Lantunan ayat suci mulai menyelimuti rumah kecil kami. Aku menghentikan kegiatanku dan terdiam.  Suaranya begitu merdu, tenang dan damai. siapapun yang mendengar bapak mengaji akan  terhanyut dalam gelombang merdu yang bapak hasilkan. seperti layaknya diriku saat ini. 

Bapak selalu bilang. Pendindikan setinggi apapun dan harta sebanyak apapun tidak menjamin kita hidup tenang dan damai di dunia. Namun, Jika kita rajin beribadah dan senantiasa membaca Al Quran niscaya hidup kita akan tenang dan damai. tidak hanya dunia,. tapi juga di Akhirat.

begitulah katanya. ya. aku selalu mengingat perkataanya. 


bagiku, Bapak bukanlah hanya sekedar "bapak" bagiku. Tapi dia adalah sosok yang kusanjung dan sangat kuhargai. 


Bapak merawat kami, aku dan adikku seorang diri. Sedangkan Ibuku.. entah berada dimana. satu-satunya ingatan ku tentangnya adalah ia meninggalkan bapak karena merasa tidak puas dan lelah hidup dibalut kemiskinan. kasarnya dia mencampakkan kami. 


Tapi bapak tidak pernah membencinya.  sesekali kudapati bapak sedang  memandangi foto usang ibu yang selalu ia taruh dibawah bantalnya. hanya itulah satu-satunya barang peninggalan ibu selain rasa sakit yang ia torehkan di hati Bapak dan aku tentunya.

Adikku Faisal. ketika itu dia masih bayi. Dia belum sempat merasakan kasih sayang ibunya dan mengingat wajahnya ibunya. dulu, ketika Faisal mulai menanyakan dimana keberadaan ibunya padaku. aku hanya diam dan menatapnya dengan tatapan menerawang. aku tidak tahu harus menjawab apa. 

namun bapak akan mengusap kepala faisal dengan pelan dan tersenyum. "Ibu pergi tapi faisal tenang saja, ibu suatu saat akan balik lagi kesini." begiitulah jawabnya.

ya.. bapak percaya. bahwa ibu akan pulang dan berkumpul bersama kami lagi. tapi, bertahun-tahun ibu tidak pernah kembali. kadang dibalik rasa benciku pandanya, ada setitik rasa percaya bahwa ibu akan pulang. Tapi seiring berjalannya waktu aku tahu semua hanyalah harapan kosong yang menyakitkan. 



(masih dalam proses, cerpen belum selesai.. haha XD ) 2