Karena tuhan sayang,…
Namanya Ayunda. Dia teman karibku. Kami bersahabat hampir 2 tahun. Kami satu sekolah. Saat ini kami sama-sama kelas 2 SMA. Dia adalah teman terbaikku yang pernah kumiliki. Aku sangat menyanginya.
Ayunda memiliki wajah yang cantik di balik jilbab yang selalu ia kenakan. Selain wajahnya yang cantik, hatinya juga demikian. Ia baik terhadap setiap orang. Ramah dan juga sangat penyabar. Berbanding terbalik denganku. Aku tidak sabaran dan tidak pernah bisa menahan emosiku.
Ia sosok wanita yang shaleha. Aku kagum dengannya. Di saat remaja-remaja masa kini mulai berlomba-lomba mencari pacar atau mengurusi penampilan mengikuti trend-trend yang up to date. Dia justru tidak terpengaruh dan tetap berpegang pada pendirian agamanya.
Pernah aku bertanya padanya, kenapa dia tidak mencari pacar. Padahal masa SMA tidak akan menyenangkan tampa adanya cerita cinta didalamnya. Dia menjawab.
“Belum waktunya, put. Dengan menghabiskan masa remajaku untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat aku juga bisa menikmati masa remajaku. Lagipula, bukankah tidak di wajibkan dalam islam untuk berpacaran. ?”
Begitulah jawabnya. Padahal cukup banyak cowok-cowok yang berusaha mendekati Ayunda. Tapi mereka hanya akan mendapat tolakkan halus dari Ayunda. Ya, Ayunda akan menolak mereka secara halus dan mereka mengerti dan dengan sendirinya akan menjauh dari ayunda.
--------
Jam istirahat Ayunda selalu menyendiri sembari membaca buku duduk di bangku halaman sekolah. Aku menghampirinya dan langsung duduk di sampingnya.
“Lagi baca buku apa yu??” tanyaku.
Ayunda menunjukan buku yang dibacanya, “Perempuan dan islam. Mau baca? Ini buku bagus lho..” katanya dengan wajah sumringah.
Aku langsung bergeming. “apa enggak berat tuh bacaan? Mending baca komik..”
Ayunda hanya tersenyum kecil, “Sekali-kali kamu harus baca lho buku tentang islam. Sama serunya kok kayak baca komik. Banyak juga ilmu yang didapat…”
Aku terkekeh pelan, “kamu kan tau kerja otakku lama. Enggak kayak kamu. Kalau di kasih bacaan berat otakku pasti korslet..”
Ayunda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Oh ya.. putri. Kalau kamu pakai jilbab pasti kamu keliatan cantik..”
“hah? Aku rasa aku belum pantas mengenakan jilbab. Kamu kan tahu kelakuan dan sikapku masih belum baik. sholat aja masih bolong-bolong,,”
Ayunda tersenyum simpul. “Bukankah bisa mulai dengan memakainya? Aku sangat berharap kamu bisa mengenakan jilbab. Tentu aku tidak memaksa. Karena semua harus di mulai dari hatimu dan niat. Tentunya juga harus dengan ikhlas agar menjadi berkah…”
Aku hanya terdiam. Bukan hanya satu kali Ayunda mengatakan hal ini padaku. kadang terbesit dalam pikiranku untuk mengenakan jilbab. Tapi bukankah percuma saja kalau aku belum benar-benar ikhlas dari hati.
________
Sudah seminggu ayunda tidak masuk ke sekolah. Tidak ada kabar darinya. Teman sekelasnya juga tidak ada yang tahu kemana Ayunda. Aku mulai khawatir. Aku sudah menghubungi ponselnya dan mengiriminya pesan tapi tidak juga dijawabnya.
Saat aku kunjungi rumahnya, Ayunda tidak ada dirumahnya. kata pembantu di rumah Ayunda. Semua orang sedang berada di rumah sakit. Katanya kondisi Ayunda memburuk seminggu yang lalu hingga ia harus dirujuk ke rumah sakit.
Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Ada apa dengan kondisi ayunda sampai ia harus di rujuk ke rumah sakit?
Kabar yang kuterima dari Bi ndah- pembantu rumah tangga keluarganya. Ayunda sejak kecil memiliki penyakit yang sangat kronis. Dan betapa terkejutnya saat aku tahu Ayunda ternyata menderita kangker hati stadium akhir.
Kenapa ayunda tidak pernah menceritakan tentang hal ini? bukankah kami bersahabat? Aku tidak percaya dengan semua ini. setelah mendengar berita ini aku langsung pergi ke Rumah sakit tempat Ayunda di rawat.
----------
Aku memandang tubuh Ayunda yang terkapar tidak berdaya dengan selang pernafasan di wajahnya. Wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya juga kurus. Jilbab putih-nya masih tetap dikenakannya.
Aku tidak percaya seseorang yang terbaring di atas ranjang itu adalah Ayunda- sahabatku. Ayunda tidak pernah menunjukan rasa sakitnya saat bersamaku. Ia selalu terlihat baik-baik saja. Dia tidak pernah mengeluh sakit atau apapun. Walau kenyataannya ia menderita sebuah penyakit yang amat mematikan.
Seminggu yang lalu. Kondisi tubuh Ayunda drop. Selesai sholat subuh, ayunda mengeluh dadanya sakit. Ia batuk-batuk hebat sampai mengeluarkan darah. Hingga akhirnya ia pingsan dan koma sampai sekarang, begitulah yang dikatakan ibunya saat aku tiba di rumah sakit.
Mataku mulai terasa panas. Aku hampir meneteskan air mataku kalau saja Ibu Aisyah ibunda Ayunda tidak masuk dan membawaku keluar dari ruang inap tempat Ayunda di rawat.
Diluar, aku menanyakan tentang penyakit yang diderita Ayunda kepada Ibu Aisyah.
“Bu, dari kapan Ayunda punya penyakit ini? aku melihat dia baik-baik saja..” tanyaku.
Ibu Aisyah berkata dengan suara lirih “Sejak ayunda berumur 10 tahun. Waktu itu dia di vonis dokter menderita kangker hati stadium akhir dan dokter memperkirakan umurnya tidak lama lagi. Tapi tidak ada manusia yang bisa mengetahui umur seseorang.. subhanallah.. tuhan masih memberinya umur hingga kini..”
“Kenapa Ayunda tidak pernah bilang tentang ini sama Putri.”
Ibu aisyah tersenyum padaku dan berkata, “Dia selalu bilang, dia tidak pernah sakit dan selalu menganggap dirinya sehat. Jadi dia tidak mau bilang kepada siapapun tentang penyakitnya dan membuatnya di perlakukan berbeda dari yang lain karena penyakitnya”
Hatiku terasa sesak. Aku sangat sedih mendengar kabar ini. hatiku miris. Sahabatku tercinta saat ini terkapar tidak sadarkan diri dengan penyakit ganas yang bersemayam di tubuhnya.
--------- ---------- ----------- -----------
Hari ini hari minggu. Aku menggunakan kesempatan ini untuk menjenguk Ayunda di rumah sakit. Sudah dua hari setelah aku tahu tentang penyakitnya. Aku membawa beberapa makanan yang dibuat oleh mama untuk keluaga Ayunda yang ada dirumah sakit.
Di depan ruang inap Ayunda, langkahku tertahan ketika aku hendak membuka pintu. Aku menggenggam gagang pintu yang terasa sangat dingin itu. mataku tidak sanggup menahan air mata yang menyeruak keluar saat menyaksikan pemandangan ini. Ibu Aisyah memandang putrinya dengan tatapan nanar. Sepertnya Ibu aisyah sedang berusaha berbicara dengan Ayunda. Aku tidak mendengar apa yang di katakannya. Ia lalu memeluk putrinya dan menangis tersedu-sedu.
Aku tahu. Selama ini Ibu Aisyah selalu berusaha tegar di depan Ayunda. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan putri semata wayangnya. Tapi saat ini emosinya pasti tidak bisa lagi di tahan. Aku tidak tahu jelas bagaimana perasaanya. Tapi seorang ibu mana yang tidak miris melihat kondisi anaknya seperti ini.
Aku membiarkan Ibu Aisyah menangis di dalam dan memilih untuk pergi. Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang legang. Langkahku sedikit gontai.
Kenapa tuhan harus memberikan cobaan yang berat kepada orang sebaik Ayunda. Kenapa ia harus memberikan penyakit ganas ini mengrogoti tubuh Ayunda. Kenapa Tuhan begitu tidak adil..
Air mataku mulai mengalir membasahi pipiku.
-------- -------- -------- ----------
Aku langsung melesat menuju Rumah sakit setelah menerima panggilan Telpon dari Ibu Aisyah. Dia bilang, Ayunda sudah siuman. Ya, setelah 2 minggu dia koma akhirnya dia kembali sadarkan diri. Tidak dapat kugambarkan bagaimana perasaanku. Pulang sekolah aku langsung menuju rumah sakit.
Di rumah sakit aku di sambut dengan senyuman Ibu aisyah. Aku membalasnya dengan senyuman pula. Bisa kulihat raut bahagia dari wajah Bu Aisyah, tapi aku tahu hatinya masih gundah.
“Put.. dari tadi Ayunda nanyain kamu. Dia ingin bicara sama kamu.” Ujar Bu Aisyah.
Aku mengangguk pelan dan langsung masuk ke dalam. Aku berjalan menghampiri Ayunda. Ia melemparkan senyumnya padaku. seperti biasa.
“kamu datang, put.” Katanya lemah. Tidak jelas kudengar tapi aku tahu dari gerak bibirnya.
Aku mengangguk pelan.
“aku ,,kangen sama kamu put.” ujarnya dengan nafas berat.
“Aku juga. gimana keadaan kamu. Sudah baikkan..??” tanyaku.
Ia mengangguk pelan dan berkata, “iya. Aku ngerasa baik. Maaf ya aku enggak pernah bilang hal ini sama kamu.”
Aku menggeleng pelan, “enggak apa-apa. Sebaiknnya kamu jangan banyak bicara. Kamu harus istirahat supaya cepat pulih.”
Ayunda tersenyum. Ia lalu menggenggam tanganku. Aku memandangnya dengan penuh tanya.
“Terima kasih”
Aku mengerutkan dahiku. “untuk?”
“karena menjadi sahabatku dan mengkhawatirkan aku..”
Entah kenapa hatiku tidak tenang mendengar Ayunda berkata seperti itu. perasaanku aneh. Tiba-tiba aku merasa takut.
“Aku ikhlas, kamu juga harus Ikhlas yah put.. ” katanya lagi. Nafasnya terdengar semakin sulit.
Aku mengerutkan keningku. Perasaanku semakin resah. Aku berharap apa yang saat ini kupikirkan hanya perasaanku saja. Aku mohon..
“Aku capek put. Kamu sebaiknya pulang, lihat kamu masih pakai seragam sekolah. Aku juga kangen banget masuk sekolah. Kamu pulang terus istirahat.”
“iya.. karena itu kamu harus banyak istirahat supaya kamu bisa kembali ke sekolah. Teman-teman juga sangat berharap kamu cepat masuk sekolah. Aku akan pulang kok, tapi setelah kamu tidur..”
Ayunda mengangguk pelan. Perlahan ia memejamkan matanya. aku tidak langsung beranjak pergi. Aku termenung memandangi wajah Ayunda yang sedang terlelap . Aku merasa wajah ayunda terlihat sangat tenang dan damai. Benar-benar damai.
Cukup lama aku terdiam di sana. Hingga akhirnya aku berbalik pergi. Di ambang pintu aku kembali menoleh ke arah Ayunda. Setitik air mata mengalir dari ujung mataku.
“Aku ikhlas, Yu. “ gumamku pelan.
Ya .. aku ikhlas. Aku merelakan Ayunda pergi.
---- ----- ----- ------
Hari itu adalah hari terakhirnya. Ya.. hari itu ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Saat aku berbalik pergi meninggalkannya. Kondisinya kembali memburuk dan saat itu tidak bisa lagi di selamatkan. Aku tidak menangis. Aku menahannya semampuku.
Aku memandang layar laptopku dengan tatapan kosong. Sebuah foto dan tulisan itu kubaca dan kupandangi berualang kali.
Mataku mulai panas dan air mataku perlahan jatuh. “Untuk kali ini saja..aku tidak bisa menahannya.. ” gumamku.
Saat aku sampai dirumah. Aku langsung menyalakan laptop-ku dan ternyata aku mendapat email dari seseorang. Ayunda. Ya.. dia pengirimnya.
Aku membuka emailnya dengan perasaan takut. Tanganku gemetar.
To : Putri
Assalamuallaikum..
Kusempatkan menulis email ini padamu. Tentu, Bunda yang membantuku menuliskannya. Karena aku tahu saat kau sampai di sini aku pasti tidak sanggup bicara lebih banyak.
Saat aku tidak sadarkan diri. aku bermimpi tengah berada di sebuah tempat. Tempat itu sangat indah. Sunyi, damai dan sangat tenang. Aku tidak merasakan rasa sakitku. Penyakitku hilang. Semua orang ramah dan selalu tersenyum padaku. mereka menyambutku dengan suka cita.
Aku tidak pernah menyesal pernah dilahirkan meskipun dengan penyakit ini.
Ya.. aku ikhlas. Aku menerima semuanya. Aku menganggap penyakit ini bukanlah sebuah beban. justru sebuah anugrah bagiku. Aku beruntung. Karena allah sayang padaku. ya.. semua ini Karena tuhan sayang padaku.
Aku ikhlaskan semuanya dan kuharapkan kamu juga ikhlas. Terima kasih karena telah menjadi sahabat baikku. Jangan menangis. Karena di sana, aku akan baik-baik saja. Dan,, aku masih tetap ingin melihatmu memakai jilbab.. hehe
Wassallam..
Ayunda.
Dan semenjak kepergian Ayunda aku mulai mengenakan jilbab. Terima kasih ayunda. Aku tidak akan sedih dengan kepergianmu. Semua hal yang terjadi padamu adalah karena tuhan sayang sama Ayunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar