Rabu, 22 Agustus 2012

Sekuel "Love Attack Of Ipeh" - ketika handphone kehilangan changer-nya



(yap sekuel. iseng aja mau bikin kelanjutan dari cerita ini. mungkin cerita yang kedua ini lebih panjang dr pada sebelumnya. ini namanya novelet. :)  )


                                                                         =====



sudah hampir 8 bulan hubungan ini berlanjut. aku dan dodi. pasangan kekasih yang begitu lengket bagaikan handphone sama chargernya. tanpa charger handphone tidak bisa menyala. seperti itulah cintaku dan Dodi. tanpa Dodi, aku akan mati. dan tanpaku-aku harap Dodi juga akan mati, bukan justru mencari penggantiku.

semua berjalan baik-baik saja tanpa hambatan. Dan Mamak juga terus-terusan mendesak kami agar segera melangsungkan pernikahan. tapi kami selalu menolaknya secara halus karena kami masih menikmati masa-masa pacaran.

seperti pagi ini di meja makan. mamak membicarakan masalah pernikahan lagi.
"Hey Ipeh.. kau dan Dodi sudah berapa lama pacaran? segeralah kau sana kawin.. mamak sudah siap sedia kalau kalian mau cepet-cepet kawin."

aku menguyah makan pagiku dengan malas. "hah mamak ini.. kawin kawin kawin saja yang dipikirkan. kita belum juga lulus kuliah mak. kita belum mapan. nikah kan butuh modal." tukasku.

"aahh masalah itu gampanglah diatur. kau nikah lah dulu, habis itu kuliah dan cari kerja. sementara Dodi belum punya kerja. kan bisa dibantu oleh kami. iya kan pak?"

bapak hanya mengangguk sebagai tanda setuju. ya tahulah. kalau mamak sudah berorasi bapak tak pernah mencela. apapun komentar yang bapak berikan tidak pernah diindahkan oleh mamak.

aku hanya diam. kalau aku meneruskan pembicaraan ini mungkin lebaran baru selesai.
dan tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari luar. itu pasti Dodi.

aku langsung menghabiskan segelas susuku dan berpamitan pada mamak dan bapak lalu segera melesat pergi. tidak lupa senyuman manis pagi hariku terpapang dengan indah diwajah. setiap bertemu Dodi hatiku memang selalu senang tidak kepalang.

di dalam mobil dodi membalasku dengan senyuman juga. aah membuat hatiku semakin senang.

"udah siap jalan?" tanyannya.
aku mengangguk dengan semangat. Dodipun melajukan mobilnya dengan santai tapi pasti.

+++++++++

"Di aku bete sama mamak."

"kenapa sama mamak.? kalian beratem lagi..?" tanya Dodi.

"enggak. tapi mamak selalu ngebahas pernikahan. katanya kita harus cepet-cepet nikah."  sahutku.
aku menatap dodi yang sedang serius menyetir. "aku capek ngadepin mamak yang selalu seenaknya nentuin ini itu.. aku kan sudah besar." lanjutku lagi dengan nada sedikit manja.

Dodi hanya tertawa kecil menanggapi keluhanku. ia lalu melirikku sekilas dan mengacak-acak poniku dengan  sebelah tangannya.

aku mendengus kesal sembari merapihkan poniku lagi meskipun sebenarnya aku senang dengan perlakuannya itu. hihi

"kamu emang udah besar.. tapi kamu masih anak kecil yang bersemayam di body orang dewasa."

aku mengerucutkan bibirku. "apa? maksudnya aku anak kecil gitu..?"

"iya. tuh tahu.."

aku memukul dodi bertubi-tubi membuatnya sedikit meringis namun aku tidak perduli. "aku bukan anak kecil !!"

"iya..iya udah udah jangan pukul lagi.. sakit tau T.T" ringisnya dengan nada layaknya orang teraniaya. tapi aku tidak perduli dan tetap memukulinya hingga akhirnya dodi kehilangan konsentrasi menyetirnya  dan tidak melihat orang yang hendak menyebrang. kemudian ia terkejut dan mengijak rem secara mendadak.

aku membentur kaca jendela karena posisi dudukku miring. Lumayan keras karena kepalaku terasa pening.
aku mengusap bagian belakang kepalaku.

"Ipeh.. kamu baik-baik ajakan?" tanya dodi dengan panik.

aku hanya mengangguk pelan, karena aku juga masih shock atas kejadian tadi.

"syukurlah.." desahnya sembari menghembuskan nafas pelan. kemudian Dodi baru ingat kalau tadi sepertinya ia menabrak orang. ia kemudian keluar dari dalam mobilnya.

dan sepertinya dia memang hampir menabrak orang. dari dalam mobil aku memperhatikan,
dodi mengulurkan tangannya untuk membantu, namun orang itu-yang ternyata seorang cowok- justru bangkit dan menepis tangan dodi dengan kasar.

aku yang masih didalam mobil ikut keluar dan menghampiri mereka.

"Maaf mas.. mas gak apa-apa kan..?" tanya Dodi dengan nada penuh penyesalan.

"Gak apa-apa gundulmu! kalau jalan itu mata dipakai. jangan cuma jadi pajangan.." bentaknya  dengan kasar.

aku pun angkat bicara. "Mas.. kita enggak sengaja.. lagipula kita sudah minta maaf.."

cowok itu kemudian beralih menatapku. "maaf? kalau segala hal bisa selesai cuma dengan kata maaf.. enggak akan ada penjara." ucap orang itu masih dengan nada sinisnya.

aku hendak bicara lagi namun Dodi menahanku.

"yasudah. mau mas apa sekarang..? saya sudah minta maaf dan ini.. " dodi merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya. "Ini untuk biaya pengobatan kalau mas merasa sakit.."

orang itu memandang dodi dengan tatapan seakan-akan ini adalah sebuah lelucon. "simpan saja uang lo bung. gw gak butuh.! memang susah bicara sama orang kaya macem kalian." cowok itu kemudian melangkah pergi.

aku tercengang. apa-apaan orang ini? aku kemudian berjalan mengikutinya dan menghentikan langkahnya.

"lo gak sopan banget ya.." cecarku. "setidaknya lo bisa menghargai kami. kita cuma mau bertanggung jawab.. mau lo apasih?!!"

orang itu justru tertawa. membuatku ingin menyumpalkan kaus kaki bauku kedalam mulutnya detik ini juga. "gue enggak butuh apa-apa. lagian lo berdua gak penting.."

aku menghela nafas panjang, mencoba meredam emosiku. "Heh lo.."

perkataanku terhenti karena tiba-tiba dodi datang dan menarikku pergi dari hadapan orang itu. "udah. enggak perlu diladeni lagi. ayo pergi." tukasnya cepat. kemudian ia memasukkanku kedalam mobil. dan selanjutnya kami melaju pergi menuju kampus.

sepanjang perjalanan aku terus mengoceh, kesal dan emosi. Namun Dodi hanya diam dan mendengarkan ocehanku.hingga pada akhirnya kami sampai dikampus.


                                                                    ======

"ishh.. kalau gue ketemu orang itu lagi gue harus bikin perhitungan.."

Susi yang sedang asik makan bubur ayam hampir tersedak tusuk sate ketika aku datang tiba-tiba dan membanting tas ku diatas meja sambil marah-marah.

"UHUKK UHUKK.. MINUM MINUMM.." serunya sambil mennyodor-nyodorkan tangannya kedepan wajah Devi.

Devi yang duduk didepannya segera menyodorkan segelas teh untuk Susi. Susi  menerimanya dan langsung menenggaknya. Tapi.. byuurr..semburan air bah menyerang permukaan wajah devi.

Devi hanya terdiam karena shock. sedangkan aku.. entahlah bagaimana ekpresiku. yang jelas mulutku mengangga, dan mataku membulat. silakan bayangkan sendiri bagaimana ekspresiku.

"Sial.. apaan itu pahit bener.." tanya susi sambil melet-melet.

"itu ramuan pelangsing badan punya gue sus.." jawab Devi dengan nada datar.

"APAAA?!!" Susi mulai bertingkah layaknya pemeran sinetron.

aku hanya menghela nafas. sungguh yah..

"Sus,. gw boleh minta balikkin gelas yang tadi gw kasih ke elu..?" tanya devi tiba-tiba.

susi pun menyerahkan kembali gelas yang masih berisi itu pada Devi. Devi menerimanya kemudian meminumnya dan.. byurrr..

sebuah tsunami yang disengaja kini gantian menghempas wajah Susi yang lagi pongo-pongonya.
Kali ini aku memasang ekpresi lega. setidaknya tsunami itu tidak ikut terbawa menghempas wajahku karena aku duduk disamping Susi.

"seimbang.." ucap Devi.

aku melirik susi yang mulai mesem-mesem kepanasan. sepertinya dia akan marah. urat-urat dilehernya tersembul. aku sedikit bergidik. oke.. acara smack down kembali dimulai.

"Dev.. lo pernah ngerasain jatoh dari atas gedung gak?" susi mulai bicara aneh-aneh. nada bicaranya manis namun wajahnya benar-benar antagonis.

dengan polos devi menggelengkan kepalanya.

"oke.. ikut gw yuk.! gw mau dorong elu dari atas gedung." tukas Susi sarkasme.

aku menghela nafas panjang. yak.. sepertinya percuma aku menceritakan kekesalanku pagi ini pada kedua sahabat astralku itu. aku memilih pergi dan meninggalkan mereka yang sudah memulai pergulatan. sedang tidak bernafsu untuk mengurusi mereka. aku hanya berharap mereka tidak melakukan hal gila. yah seperti bergulat ditanah misalnya.

"baik-baik yah berantemnya, gw pergi.." ucapku. namun sepertinya mereka tidak perduli.

                                                                       ******

aku melangkah dengan lebar. Dodi sudah menungguku di parkiran. kami berniat untuk makan malam dirumahnya. hehe membayangkannya sudah membuatku berdebar. karena aku akan bertemu dengan kedua orang tuanya. sebenarnya ini bukan kali pertama, tapi tetap saja selalu membuatku takut.

bib bib bib bib bib.

dering ponsel memperlambat langkahku. aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan menempelkannya ke telinga.

"Peh.. elu kok ninggalin kita tadi?!" suara cempreng Devi langsung menusuk telingaku.

"Sorry.. abis gw gak mau ganggu kegiatan lo sama Susi." jawabku.

"HAH? lo kan harusnya misahin kita Peh...!!!"

"Duh.. lain kali deh gw pisahinnya. nanti pas kita ketemu lagi, lo berantem lagi deh ya sama Susi. nanti gw  janji gw bakal pisahin deh." jawabku sekenanya.

"Ihh gila lo.."

"makasih.. eh udah ya. gw buru-buru nih ditunggu Dodi. bye.." sebelum mendapat balasan aku langsung mengakhiri pembicaraan kami.

tapi ketika sedang berjalan dengan terburu-burunya. aku menabrak seseorang dan membuatku terdorong ke belakang hampir terjatuh, namun seseorang menahan tangganku sehingga aku tidak jadi jatuh.

aku terdiam karena terkejut.

"kalau jalan mata dipakai.. jangan jadi pajangan doang.." tukas orang itu dengan nada  jutek.

sepertinya aku mengenali suara ini. aku menenggakan kepalaku, dan terkejut siapa orang yang ternyata kutabrak. sial. gumamku.

"Jalan segini luasnya aja bisa nabrak orang. mata lo didengkul yah..?"

"HEH.. iya gw minta maaf. tapi gak seharusnya lo ngomong kayak gitu.."

"lho.. kenyataannya emang begitu kan? lo emang ga jauh beda sama cowok lo itu.. punya mata tapi buat pajangan doang." ujarnya lagi.

"heh.. maksud lo? mulut lo gak bisa sedikit lebih sopan? lagipula tadi pagi kami minta maaf.." balasku tak mau kalah.

"minta maaf..? kapan lo minta maaf..?"

aku mengepalkan telapak tangannku. rasanya ingin kupukul wajahnya. tapi tiba-tiba ponselku berdering lagi. ternyata panggilan dari Dodi. aku kemudian menghela nafas untuk menghilangkan emosiku.

"Iya dodi.. aku segera kesana. udah deket kok" ujarku.

orang aneh itu kemudian berjalan melewatiku dan pergi. aku hanya terdiam sambil tetap meliriknya dengan tajam.

"Iya.. maaf dodi..tunggu aku.."

aku melanjutkan perjalananku. untungnya ketika sampai diparkiran dodi tidak marah. aku tidak mengatakan perihal tadi kalau aku bertemu dengan orang aneh itu karena akupun malas membicarakannya lagi. kami pun segera pergi menuju rumah dodi.

******

di rumah dodi.

selesai makan malam, tiba-tiba seorang tamu datang mengunjungi rumah dodi. Dodi nampak begitu terkejut ketika melihat siapa yang ternyata tengah datang. Om dan Tante nampaknya juga begitu kenal dengan tamu itu karena nada bicara mereka terdengar begitu akrab. aku hanya diam dan menunggu seseorang memperkenalkanku.

"peh.. kenalin ini temen aku waktu masih kecil dulu. namanya Nurdin." ujar dodi ketika kami bertiga duduk di ruang tamu.  aku seperti menangkap aura kecanggungan pada Dodi.

 "nurdin?" tanyaku heran.

"ish.. di nyebut nama aku tuh yang lengkap dong. maaf nama aku Nurdiana. kamu bisa panggil aku ana." jelanya.

aku mengangguk-angguk pelan. "oh ya nur.. ehm maksud aku ana.  kamu udah berapa lama temenan sama Dodi? kok Dodi gak pernah nyebut-nyebut nama kamu?" 

Nur maksudku Ana hendak menjawab, namun tidak jadi karena Dodi menyergahnya. "aku sama dia udah lama gak ketemu, jadi jarang berhubungan."

"Oh ya??" tanyaku. pura-pura excited. 

"iya.. hehe" kali ini nur menjawab dengan senyuman yang terlihat dipaksakan. 

"ana.. kamu kayaknya deket sama dodi?" tanyaku lagi.

"iy.."

"enggak terlalu kok. dulu kami dekat tapi sekarang udah enggak.." potong dodi. 

"Di.. kenapa kamu terus yang jawab? aku nanya Ana bukan kamu" ucapku dengan nada senormal mungkin. mencoba memancing bagaimana reaksi dodi. 

"eh? oh kamu nanya dia? aku kira kamu nanya aku.."  jawaban yang tidak masuk akal. karena jelas-jelas aku menyebut nama  'ana' tadi. kecuali, dia mulai budek. 
dan aku  mulai mencium keanehan pada dodi, selain bau badannya yang mulai menyeruak. Sepertinya ada yang disembunyikan. tapi aku menepis pikiran-pikiran tersebut dan tetap positive thinking. 

kami mengobrol sampai pukul 8 malam. hingga akhirnya aku meminta pulang dan diantarkan oleh dodi. Sedangkan  Ana  pulang ke rumahnya yang hanya berada tepat disamping rumah Dodi. 

setelah berpamitan kami langsung pergi. tidak lupa aku juga berpamitan pada Ana. 

sepanjang perjalanan bahkan ketika sampai dirumah aku hanya diam. entahlah.. perasaanku resah. Dodi pun ikutan diam. 

"Dah Dodi. sampai besok.." seruku ketika kami sampai didepan rumahku. 

"hati-hati ya.. nanti kita telfonan." balas Dodi. dan aku hanya membalasnya dengan senyuman masam. 

                                                                         *****

susi memandangku dengan mata disipitkan. "Loo... kenapa ? kayak orang galau." tanyanya. 

aku menghela nafas dengan lesu. "emang galau!" 

"Ah gaya lo kayak anak muda galau galau segala. kayak si susi aja kerjaannya galau mulu. jaman galau..?" Devi ikut nimbrung. 

"ah biarin aja Galau.. daripada jomblo. jaman jomblo..?" Susi membalas tidak kalah sengit. 

"Gue gak jomblo.. tapi single.!" 

"Heh udah kenapa sih. gak ada sehari lo berdua akur gitu." aku mulai kembali sebagai penengah. entah kenapa aku masih bertahan berteman dengan kedua makhluk ini. 

"Yaudah. lo cerita peh. lo kenapa?"  tanya Devi. 

"tadi malem.. gw dikenalin sama temen Dodi. dan gw ngerasa aneh sama sikap dodi. selama ngobrol.. dodi terlihat sedikit tidak nyaman. dan.. "

"Dann..?" susi meminta kelanjutan.

"Dan gw ngerasa si  Nur.. eh Ana itu curi-curi pandang mulu sama dodi.. ." lanjutku

"Peh.. ngomong2 yang bener si Nur apa Ana?" devi mulai mengeluarkan kelemotannya.

"Dua-duanya. puas!" jangan sampai tandukku keluar. kalau sampai keluar. habislah kau Dev!

"peh.. itu perasaan lo aja kali." jawab susi enteng. 

"bahlul! lo enggak ada di TKP sih.. jadi gak tau gimana sikonnya." 

"iya lo sus. sotau.." devi menimpali. 

"ya. ya.. terus sekarang gimana?"

"gw harus mastiin kalau emang gak ada apa-apa. " jawabku. 

"Gimana caranya?" tanya Susi.

"gue gak tahu.." sahutku.

yang jelas aku harus cari tahu apapun dan bagaimanapun caranya. daripada harus resah gelisah galau tidak jelas seperti ini.

                                                                          =======

hampir 4 hari dodi terbaring sakit dirumahnya. katanya dia demam. Aku belum sempat mengunjunginya karena aku harus menemani mamak pergi ke Bandung.  Tapi aku tetap mengontrol kondisi kesehatannya dan    menanyakan kabarnya biarpun hanya melalui telpon atau bbm.

hari ini aku akan menemuinya. Dengan membawa sekeranjang buah dan tentengan penuh makanan kesukaannya yang sudah kupersiapkan. aku tidak bilang sama Dodi kalau aku akan datang, setidaknya ini bisa jadi kejutan kecil.

"oh.. Ipeh. ayo masuk." ujar tante ketika mendapatiku di depan pintu.
"makasih tante. dodi ada kan?" tanyaku.
"Ada.. kamu naik ke atas aja, langsung ke  kamarnya" jawab Tante.
aku mengangguk pelan kemudian permisi untuk masuk menuju kamar Dodi.

Senyumku mengembang, rasanya aku begitu merindukan pacarku yang satu ini. padahal kami hanya beberapa hari tidak bertemu.

ketika sampai didepan kamarnya, aku mendapati pintu itu terbuka. aku langsung membukanya dan ternyata Dodi tidak ada disana.

aku berjalan menuju ruangan yang menghadap balkon. biasanya Dodi selalu berada disitu kalau tidak ada dikamarnya. dengan pelan aku melangkah. namun tiba-tiba langkahku terhenti. senyuman diwajahku mencair.

aku melihat Ana disana. Rasanya seperti tiba-tiba tertusuk sebuah kapak. ana tidak hanya diam.
ia duduk berlutut didepan Dodi yang sedang terlelap diatas sofbed. kemudian ia membelai kepala dodi dengan lembut. aku tidak bisa melihat wajah Ana karena posisinya membelakangiku. kemudian tidak berapa lama, Ana mendekatkan kepalanya ke arah Dodi. dan..

sesaat aku merasa ulu hatiku terasa begitu perih dan nafasku tercekat. aku menggenggam kantung plastik dan keranjang buah yang kubawa dengan erat agar tidak terlepas. kemudian aku membalikkan badanku dan berjalan pergi  tanpa suara. aku terduduk diam di antara anak tangga. terkejut pada pemandangan yang baru  saja kulihat.

setelah kesadaranku kembali aku bangkit dan berjalan lagi menghampiri dodi. aku berharap aksi tadi sudah berakhir.

Sampai disana aku melihat Ana yang sedang berada di luar balkon dan Dodi masih terlelap.

"Eh Ana. kamu ada disini juga?" aku berharap senyumku tidak terlihat aneh.

Ana membalikkan tubuhnya. Dapat kulihat ekpresi aneh diwajahnya. "Oh ipeh.. kamu datang?" katanya sambil berjalan masuk.

"Iya.. oh ya. aku bawa beberapa makanan." kataku sembari mengeluarkan beberapa bungkus makanan  dari dalam kantung plastik.

Dan kemudian Dodi terbangun dari tidurnya. "ana.. kamu kok bisa disini?"

"Oh.. aku dengar kamu sakit. jadii aku cuma jenguk kamu aja.." jawabnya.

aku berdeham pelan untuk menyadarkan Dodi bahwa aku juga ada disana.

"Ipeh kapan kamu pulang? kok gak ngasih kabar ke aku?"

"hem.. ini surprise buat kamu. oh ya..ini aku bawa beberapa makanan.. ada keripik pedas, roti, dan banyak lagi. kamu mau coba keripik pedes ini. enak loh.." tukasku dengan penuh semangat.

tapi kemudian Ana mengambil bungkusan itu dengan cepat dan membuatku agak kaget. "Peh.. Dodi ini lagi sakit masa kamu kasih makanan kayak gini? lagipula kamu lupa kalau Dodi alergi pedes?" ujar Ana dengan nada sedikit sinis. seakan-akan dia begitu tahu Dodi.

"Maaf.. aku lupa." sahutku pelan.

Dodi kemudian meraih bungkusan itu dari tangan Ana, "Kamu apa-apaan si na!" kata Dodi keras.

"Ma..maaf. aku cuma khawatir doang sama kamu..."  kata Ana dan kemudian berjalan pergi meninggalkan kami.

aku masih membisu. dan peristiwa yang tadi kulihat kemudian terngiang lagi dalam otakku.
                     
                                                                         ******

aku terdiam didepan kamar dodi.  peristiwa seminggu lalu membuatku tidak tenang. Meskipun Dodi masih tetap menjadi Dodi yang kukenal, namun kadang aku sering melihat dodi menjadi pribadi yang berbeda.

setelah berpikir panjang, akhirnya aku masuk kedalam kamar Dodi. Dia belum pulang dan aku tidak bilang bahwa aku akan datang.

aku mulai mencari entah benda apapun yang bisa menjawab pertanyaanku selama seminggu ini. hingga akhirnya aku menemukan sebuah kotak yang tidak terlalu besar berada diatas lemari pakaian Dodi. aku mengambilnya dan duduk di atas ranjang Dodi.

dengan perlahan aku membuka kotak tersebut. isinya adalah sebuah foto, kertas-kertas dan sebuah buku. dan betapa terkejutnya aku, ternyata foto itu adalah foto Dodi dengan Ana. mereka terlihat begitu dekat dan.. mesra.

jawaban dari keresahanku terjawab sudah.

Ana.. atau mungkin aku panggil kamu Nurdin aja. aku sayang sama kamu.. jangan pernah tinggalkan aku.. aku mencintaimu. selamanya kamu adalah milikku. meskipun kamu ataupun aku bersama orang lain.. percayalah. aku tetap mencintaimu.  

Dodi 

air mata mengalir dari pelupuk mataku. rasanya ini adalah sebuah serangan yang menghantam begitu keras sampai membuatku sesak. secarik kertas biru usang itu kugenggam dengan begitu kencang.
kenapa Dodi tidak menceritakan semua ini?

                                                                      ******

sudah hampir sebulan aku mengetahui kenyataan itu. aku tahu itu masa lalu, tapi setidaknya Dodi harus menceritakannya padaku. aku bungkam dan tidak berbicara apapun pada Dodi perihal itu. Karena aku takut masalah ini membuat hubungan kami hancur.
Kami tetap berjalan sebagai seorang kekasih. Dan Ana.. ia selalu berusah dekat-dekat dengan kami. sering aku dapati dia datang ke rumah Dodi. Dan Dodi sendiri tidak berusaha mengusirnya. agak sedikit risih memang, apalagi setelah aku mengetahui cerita yang ada diantara mereka dulunya.

hari ini aku berjanji bertemu dengannya di taman komplek dekat rumahku. Dodi bilang ingin memberikan sesuatu padaku.

dengan rasa senang aku berjalan menuju taman itu. namun, kesenangan itu tiba-tiba hancur ketika sekali lagi melihat pemandangan ini.

disitu ada Ana. dan kali ini.. mereka berpelukkan. Dodi tidak lagi terlelap, namun ia sadar. apa Dodi bodoh? bukankah dia janji bertemu denganku disini? tapi kenapa mereka berpelukkan disini?

pikiranku mulai jengkel.  dengan kesal aku berjalan mendekati mereka.

"Dodi.."

Dodi melepaskan pelukannya dengan gerakan cepat. Ana hanya diam dengan tampang tidak bersalahnya.

"Aku tahu ada yang disembunyiin dari kalian..dan aku rasa ini bukanlah masa lalu. karena kamu masih benar-benar menyimpan perasaan sama dia.."

"Peh.. dengerin dulu.."

"Dengerin apa di? aku punya perasaan.. aku tahu sikap kamu berubah belakangan ini karena Ana kan? kamu pikir aku enggak peka.!" gertakku. "aku baca semua surat-surat yang kamu kasih buat Ana. dan aku rasa itu bukan cuma masa lalu. sampai sekarang bahkan kamu tetap menyimpan perasaan untuknya. ."

"kamu tahu?" kali ini Ana yan bicara.

Dodi meraih tangannku namun dengan dingin aku menepisnya.

"iya.. aku tau!" jawabku dingin.

"peh..dengerin aku dulu.." ujar Dodi lagi.

"kita cukup disini aja di.." Kalimat itu dengan sendirinya terucap dari mulutku bahkan tanpa aku menyadarinya.

"Peh.. maksudnya?"

aku tidak menghiraukan Dodi dan berjalan pergi meninggalkan mereka. air mata mulai merembes dan membuat wajahku basah. bodoh! Bagaimana bisa kalian berpelukkan didekat rumahku! bahkan ketika kita ingin bertemu?

bahkan ketika aku mulai berjalan semakin menjauh. Dodi tidak juga mengejarku. setidaknya dia harus mengejarku!! bukankah itu yang sering terjadi di Film-film?? s

but life isn't a movie. sepertinya Dodi tidak benar-benar mencintaiku. dan kalimat yang kuucapkan tadi.. entahlah. semua itu keluar dengan sendirinya.

dan sepertinya kisahku dan Dodi tidak lagi berjalan
Sekarang mungkin aku hanyalah sebuah handphone, yang kehilangan charger-nya dan aku akan mati.  sedangkan charger  yang hilang itu, justru menghidupi handphone lainnya.

****

(jeng jeng... agak akward ya memang. soalnya saya ngetik ini dalam keadaan galau.. jadii yaaaaahhh... maaf ya)












Tidak ada komentar:

Posting Komentar